Sunday, January 23, 2011

Perang Melawan Rezim Korupsi

The following article covers a topic that has recently moved to center stage--at least it seems that way. If you've been thinking you need to know more about it, here's your opportunity.
KESAN begitu keluar dari Bandar Udara Internasional Chartage di ibu kota Tunisia, Tunis, suasana kota tampak sepi. Maklum, hari Minggu adalah hari libur bagi warga Tunisia dan umumnya negara-negara Maghrib Arab.

Taksi yang membawa Kompas dari bandar udara ke pusat kota praktis mulus tanpa hambatan. Namun, ketika tiba di Jalan Habib Burguibah yang merupakan jantung kota Tunis, krisis negara mulai dirasakan.

Patroli helikopter terbang rendah berputar-putar di sekitar pusat kota. Tank, kendaraan panser, dan truk militer dengan pasukan siap siaga bertengger di sepanjang Jalan Habib Burguibah.

Para tentara itu dengan senjata lengkap hanya kelihatan angker dari jauh saja. Mereka hanya menonton para pengunjuk rasa yang berjubel di sepanjang Jalan Habib Burguibah. Para tentara itu tampak membiarkan saja para pengunjuk rasa yang berhasil menjatuhkan rezim kuat Ben Ali pada Jumat pekan lalu.

Tak pelak lagi, Jalan Habib Burguibah serta-merta menjelma menjadi mimbar bebas, di mana rakyat Tunisia kini bebas berteriak, mengeluarkan pendapat, bahkan mencaci maki pemerintah. Hal itu tidak pernah terjadi sejak Tunisia meraih kemerdekaan dari kolonial Perancis tahun 1956. Panorama itu juga tidak ditemukan di negara-negara Arab lain yang berada di bawah pemerintahan otoriter.

Rakyat Tunisia begitu tampak seperti keluar dari penjara karena selama di bawah pemerintahan dua presiden, yakni Presiden pertama Habib Burguibah (1956-1987) dan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali (1987-2011), mereka hidup terkekang. Rezim Ben Ali terkenal sebagai rezim paling represif di dunia Arab terhadap teknologi informasi karena membatasi penggunaan jejaring sosial, seperti Facebook dan Twitter.

Tunisia pun kini tak ubahnya seperti negara di Eropa, di mana rakyatnya menikmati kebebasan luar biasa. Tunis juga serta-merta ibarat seperti kota London dan Paris, di mana rakyatnya bebas berunjuk rasa dan mengeluarkan pendapat.

Sebagian besar dari para pengunjuk rasa yang melalukan orasi pada Minggu kemarin adalah pegawai pemerintah rendahan. Mereka memanfaatkan hari Minggu sebagai hari libur untuk turun ke jalan.

Is everything making sense so far? If not, I'm sure that with just a little more reading, all the facts will fall into place.

Ada pegawai dari dinas kebersihan pemerintah daerah kota Tunis yang mengenakan seragam hijau muda. Ada pegawai imigrasi rendahan yang mengenakan seragam biru. Ada pula para sopir bus kota. Ada juga rombongan massa dari kota Sidi Bouzid (265 kilometer arah selatan kota Tunis) yang masuk ke kota Tunis untuk menggelar unjuk rasa. Kota Sidi Bouzid adalah tempat meletusnya intifadah rakyat Tunisia pada pertengahan Desember lalu.

Mereka melakukan unjuk rasa dengan membawa spanduk atau pamflet yang bertuliskan Jatuhkan pemerintah korup, Kami menolak pemerintah lama, dan Seret sisa-sisa pejabat korup.

Salah seorang pengunjuk rasa dari pegawai imigrasi yang mengaku bernama Mohamed Dawes mengatakan, harus segera dibentuk pemerintah penyelamat nasional yang betul-betul memihak rakyat.

Saya menolak pemerintahan yang terdapat figur-figur pengkhianat, tegas Dawes.

Seperti dimaklumi, figur-figur di dalam pemerintahan baru yang ditolak keras rakyat adalah PM Mohamed Gannouchi, Presiden ad interim Fouad Mebazza, dan Menlu Kamel Merjan.

Gannouchi dalam upaya menenangkan rakyat telah menegaskan bahwa ia akan mundur dari dunia politik pascapemilu parlemen dan presiden nanti. Namun, penegasan Gannouchi itu tidak menyurutkan gerakan rakyat yang menolak dia.

Melihat sebagian besar pengunjuk rasa berasal dari pegawai pemerintah, itu menunjukkan bahwa pemerintah kini dirongrong dari dalam.

Ironisnya, jika mereka melakukan mogok kerja, hal itu pasti akan membuat roda pemerintahan lumpuh.

Pemerintah sendiri menyerukan agar semua sendi negara, sekolah, kementerian negara, rumah sakit, dan lain-lain, bekerja normal lagi mulai Senin (24/1) ini. Namun, belum diketahui, sejauh mana elemen-elemen negara mematuhi seruan pemerintah itu. Situasi Tunis, ibu kota Tunisia, tampak masih jauh dari normal lagi secara penuh dalam waktu dekat. (Musthafa Abd Rahman dari Tunisia)

The day will come when you can use something you read about here to have a beneficial impact. Then you'll be glad you took the time to learn more about mobil keluarga ideal terbaik indonesia.

No comments:

Post a Comment